Sunday, November 1, 2009

Benarkah pusara Syeikh Abdul Kadir, Langgar bertarikh 904 Masihi?


Menurut buku Kedah Dalam Lipatan Sejarah: Koleksi Artikel Dato' Wan Shamsuddin Mohd Yusof, sebuah perkampungan masyarakat Islam terawal di Kedah telah wujud semenjak kira-kira seribu tahun lalu di daerah Langgar, 12 kilometer ke timur bandar raya Alor Setar. Kenyataan ini dibuktikan berdasarkan penemuan sepasang nisan batu Aceh oleh seorang guru, Encik Mansor Tobeng pada tahun 1961 di sebuah perkuburan lama di Kampung Tanjung Inggeris berhampiran pekan Langgar.

Pada nisan tersebut tercatat dalam tulisan Arab/Jawi nama 'Syeikh Abdul Qadir ibni Hussain Syah Alirah', bertarikh 291 Hijrah atau bersamaan dengan 904 Masihi. Ramai para sarjana tempatan menyandarkan penemuan tersebut sebagai bukti bahawa Kedah telah menerima kedatangan Islam lebih awal berbanding Melaka. Apatah lagi buku Al Tarikh Salasilah Negeri Kedah yang ditulis oleh Encik Muhammad Hassan bin Dato' Kerani Muhammad Arshad menyebut bahawa Kedah diislamkan pada tahun 531 Hijrah atau bersamaan 1136 Masihi oleh Syeikh Abdullah dari Yaman melalui pengislaman rajanya yang bernama Seri Paduka Maharaja Darbar Raja yang kemudiannya menukarkan nama baginda kepada Sultan Muzaffar Syah.

Persoalannya benarkah batu Aceh tersebut bertarikh 291 Hijrah? Penyelidik berpendapat andaian tersebut adalah kurang tepat. Hujah penyelidik adalah berdasarkan kepada 1) batu Aceh tersebut adalah jenis batu aceh dari kurun ke 18 dan 19 (Othman, 1988), dan 2) pengkaji-pengkaji terdahulu terkhilaf mentafsir tahun Hijrah sebenar di batu nisan tersebut. Sebenarnya tarikh pada batu nisan tersebut adalah 1291 Hijrah. Sekiranya ditukar tahun Hijrah tersebut ke tahun Masihi, ia bersamaan 1874 Masihi. Berdasarkan kepada tahun Masihi tersebut jelas menunjukkan batu Aceh tersebut sebenarnya adalah dari kurun ke 19.

RUJUKAN
Othman Mohd Yatim, Batu Aceh Early Islamic Graves Stones in Peninsular Malaysia, Kuala Lumpur : Persatuan Muzium Malaysia, 1988

Saturday, July 25, 2009

Makam Perdana Menteri Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara


Lhoksukon, Serambinews - Ketua tim peneliti sejarah Kerajaan Samudera Pase di Kecamatan Samudera Geudong, Aceh Utara, Tgk Taqiyuddin Muhammad, mengatakan, pihaknya telah menemukan makam perdana menteri terakhir di Kerajaan Samudera Pase.

Menurutnya, makam yang letaknya tak jauh dari jalan Banda Aceh-Medan, persisnya di belakang masjid lama Geudong itu selama ini tidak pernah dirawat, sehingga ditutupi semak belukar. Karena itu, ia merasa prihatin melihat kondisi makam seorang perdana menteri kerajaan, berada dalam semak belukar.

Menurutnya, daerah itu banyak menyimpan sejarah masa kerajaan Pase. Bahkan, kata Taqiyuddin, 60 km dari tepi pantai ke arah gunung di Aceh Utara, berceceran benda sejarah tentang Kerajaan Pase. Hanya saja, masyarakat tak tahu karena tidak mampu membaca tulisan yang tertulis di batu nisan.

Di makam tersebut, sebutnya, tertulis Al Wazir Al Afdal, artinya Perdana Menteri Al Afdal. “Dia menjadi perdana menteri, ketika kerajaan Pase dijabat Sultan Zainal Abidin bin Mahmud, Sultan terakhir Kerajaan Samudera Pase,” kata Taqiyuddin.

Sesuai dengan catatan yang tertulis di batu nisan, perdana menteri Zainal Abidin bin Mahmud, meninggal pada Kamis 7 Zulkaidah 923 Hijriyah (1518 M). Makam itu berada di Desa Meunasah Teupin Ara, Samudera, Aceh Utara.

Ditambahkan, sebenarnya kuburan itu bukan baru ditemukan. Tapi, sudah lama berada di desa itu. Namun, lanjutnya, masyarakat tidak mengetahuinya. Dengan penemuan itu, ia berharap instansi terkait dapat merawat makam tersebut.

sumber (http://acehlong.com/2009/03/24/makam-perdana-menteri-kerajaan-pase-ditemukan/)

Makam Sultan Johor Ditemukan di Pasai, Aceh Utara


Lhoksukon - Peneliti Sejarah Kebudayaan Islam dari Yayasan Waqaf Nurul Islam Lhokseumawe, kembali menemukan makam bersejarah di Aceh Utara. Kali ini, makam yang ditemukan diduga adalah makam seorang Sultan Johor, ‘Ala’uddin Ri’ayah Syah yang letaknya di gampong Meunasah Mesjid Bluek, Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara (sekitar 18 Km timur Lhokseumawe) di kebun masyarakat.

Ketua peneliti sejarah Kerajaan Pase, Tgk Taqiyuddin mengatakan, dugaan ini muncul setelah melihat keterangan yang terdapat dalam Hikayat Melayu atau Sulalatus Salatin bahwa Sultan ‘Ala’uddin Ri’ayat Syah telah meninggal di Aceh yang berkedudukan di wilayah Pase. Bahkan, katanya, menurut hikayat melayu, kakanda dari Sultan Abdullah yang memerintah di Batu Sawar pada awal abad ke-17 M, telah dimakamkan di Pasai, sebab ia berkedudukan di Pasai dan meninggal sekitar tahun 1613. Sultan Johor itu diperkirakan berkuasa pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Aceh (1607-1636).

Dengan ditemukan makam yang tepatnya berada di depan mesjid lama Bluek ini dapat membantah buku “Aceh Sepanjang Abad” dari sumber-sumber Belanda dan asing. Dalam buku itu, disebutkan bahwa Sultan ‘Ala’uddin Ri’ayah Syah telah dihukum pancung di Aceh. Karenanya, hal itu perlu ditinjau kembali,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui Aceh dan Johor adalah dua kekuatan muda yang sangat menentukan dalam sejarah Asia Tenggara menggantikan peran Samudra Pasai dan Melaka pasca kejatuhannya. Kedua kerajaan besar ini dikenal sangat anti-imperialisme barat berikut monopoli dagang mereka yang sangat merugikan berbagai wilayah di nusantara.

Penemuan makam ini, tambah Taqiyuddin, tidak lepas dari bantuan warga setempat. Penelitian kali ini, sebutnya, didanai oleh infak dari Mukhlis (34), Direktur Zahir Computer Lhokseumawe. Bahkan, telah berhasil mengangkat kedua batu nisan berukuran sekitar 1,5 meter yang sebagiannya nyaris tertanam

Sumber:(http://acehlong.com/2009/05/07/makam-sultan-johor-ditemukan-di-pase/)